Di suatu sore, gue mencoba pengalaman baru, menjajaki sebuah komplek yang bisa menjadi jalan pintas menuju rumah. Lumayan untuk menyehatkan tubuh dan memperlambat kecepatan laju penipisan kantong. Sedikit tersesat seolah tak akan lagi dapat memperoleh hidup gratis yang nyaman, gue tetap berusaha tenang hingga mencapai titik terang. Satu titik yang gue jadikan patokan, yaitu area pojok mentok komplek tersebut yang akhirnya ada di hadapan :’) gue batal jadi gelandangan di pemukiman elit, puja kerang ajaib.
Sekumpulan anak-anak dalam masa pertumbuhan bermain dengan riang, balapan dengan garang, teriak-teriak nggak nyantai. Sama aja ya di komplek elit sama perumnas, anak-anaknya ya di sore hari pasti begitu kerjaannya. Tiba-tiba ada teriakan paling membahana serta suara gowesan sepeda yang decit-decitnya terdengar jelas di telinga gue, padahal ini komplek, di sekitar gue adalah anak-anak dan ini bukan arena balap sepeda.
“AWAAAS, AWAAAAAAS ADA ANJING! BALIK SEMUA! BALIIIIIIK!”, yang berteriak ternyata adalah salah satu gadis kecil rada bule, dengan baju terusan bunga-bunga manis yang dari tadi gue perhatiin karena lucunya hamina hamina banget! (bikin tidak mampu berkata-kata maksudnya). Dia menggowes sepeda dengan kecepatan tinggi, ketakutan beneran kayaknya dan memang ada suara anjing menggonggong. Tetapi di saat yang hampir bersamaan ada teriakan membahana lain yang datang dari sosok lain.
“BUAYAAAA! BUAYAAAAAAA AWAAS! Ke sini cepetan jangan main ke sana-sana!”, kali ini yang teriak adalah anak laki-laki, tampaknya dia sudah mandi, karena ada bedak cemong di mukanya, biasa deh sambil disuapin gitu. Buaya apaan? Bercandaan anak kecil zaman sekarang ada-ada aja, kurang lebih begitu pikir gue si anak masa lalu. Hening sekitar beberapa detik, hingga dia menunjuk-nunjuk semak-semak yang jaraknya beberapa meter.
“Tokek, Tokek, Tokek”.
“Tuh buaya! AAAAAAAAA sini, sini jangan ke sana-sana”, laki-laki kecil yang bedakan cemong itu serius banget mau menyelamatkan teman-temannya yang ada di jarak yang lebih dekat dengan semak-semak. Herannya bahkan seorang kakek-kakek dan dua mbak-mbak dewasa yang ada di sana lagi nyuapin anak-anak itu nggak ada niat mengoreksi kekeliruan berlebih anak ini (kalo gue kan Cuma pejalan kaki numpang lewat). Kejamnya dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar