Laman

Jumat, 02 Juli 2010

Itu Bukan Kunyit, Itu ....

Yeah, gue akhirnya sempet (baca: ga males) buat ngetik lagi hehehe. Yang mau gue certain sekarang adalah tentang kisah masa lalu (lagi). Tepatnya ini terjadi di sekitar masa masa gue kelas 2 SD. Terjadi di hari Sabtu, di suatu masa di bulan September pada perayaan hari ulang tahun seorang teman gue, namanya Sasa. Begini ceritanya (kayak KISMIS)…

Notice: sebelum membaca, saya ingatkan sebaiknya kamu jangan sambil makan ya :) terimakasih.

Hari itu hari Sabtu, siang menjelang sore, Sasa ulang tahun hmm ke 8 atau 7 tahun gitu, gue lupa. Cukup banyak teman teman yang diundang ke ulang tahunnya. Tapi gue lupa siapa saja. Setelah selesai merayakan dengan agenda umum ulang tahun, seperti: nyanyi lagu ‘selamat ulang tahun’, berdoa, potong kue, makan kue, bagi bagi bingkisan yang isinya chiki sama permen dan minuman gelas plastic (kalo zaman sekarang: kayak Teh Gelas atau Mountea atau Ale Ale gitu deh—hafal banget yaa), dan ngasih kado ke yang berulang tahun. Tapi karena ceritanya yang diundang itu teman teman lumayan dekat, maka kami main main dulu dooong, apalagi malam minggu (gaya).

Bermainlah kami, main petak umpet*. Seperti tradisi bermain anak anak pada umumnya, biar adil kita gambreng ‘tiga tiga nempel’* dan karena gue si anak lemah nan mengalah, maka tiap gue mo tiga tiga nempel duluan, biasanya kalo ga kalah cepet ya gue ngalah sama temen. Alhasil gue dapet giliran gambreng tiga tiga nempel yang terakhir. Udah deh nih, alamat jaga*. Ya kenapa begitu? Karena selain gue adalah si anak lemah nan mengalah, gue juga gabisa suit*!! Ergh.

Dalam pikiran gue udah terbayang: Gue jaga, terus ntar pas nyari teman teman yang ngumpet pas udah ketemu, gue ga bakal bisa nyampe ke tempat jaga buat ingglo-in* duluan karena gue larinya lemah dan pada akhirnya sampai akhir permainan gue akan tetap jaga (kecuali kalo ada teman gue yang baik mau gantiin gue jaga -.- … Kasian sekali masa kecil saya). Oke singkat cerita gambreng sudah selesai DAN SAYA TIDAK JAGA!! YEAH. Yang jaga sebut saja namanya Hesti.

Baik permainan dimulai. Hesti mulai menghitung sampai 20, sementara kita kita nyari tempat ngumpet yang oke. Karena badan saya agak besar dan saya kurang inovatif, kebiasaan saya ngumpet di tempat yang itu itu aja. Kali ini gue ngumpet di balik tembok sebuah rumah dan ketutupan juga sama mobilnya, jadi kayak gue di sela sela antara mobil dan tembok gitu. Singkat cerita semua udah ngumpet, Hesti udah mulai nyari, “ 18,19,20, udaaaaah belooooom??”, tanya Hesti. Kita dengan kompak menjawab, “Udaaaaaah”. “Cabuuuut!”, seru Hesti, mulai bergerak mencari. Menyusuri setiap tepian, semak semak, tembok, bawah mobil, sampe ke got dia cari (gotnya lumayan dalam dan ada sisi keringnya, jadi mungkin banget anak cowok ngumpet di situ).

Temen gue ketangkep duluan, terus akhirnya gue yang ketangkep ketiga. Aduh, balapan lari deh nih. Hesti badannya kecil, setidaknya dia lebih ringan buat melangkah. Oke! Hesti sampai duluan. “INGGLO!”, seru Hesti senang karena tiga tiganya orang yang udah ketangkep berhasil dia kalahin. Tiba tiba, di samping Hesti muncul Dedi, siapakah Dedi????

Penjelasan dulu ya, Dedi adalah tetangga Sasa, Dedi seumuran dengan kita. Tetapi Dedi agak keterbelakangan mental. Ditambah dia bandel, mungkin karena dia cowok. Dia juga jahil dan suka genit sama anak perempuan, bahkan anak SMP, SMA sampai tante tante dan ibu ibu suka dia siul siulin dan kadang jika orang yang menjadi sasarannya sedang tidak beruntung, dia bisa kena colek Dedi. Walaupun kadang Dedi bisa baik juga, tapi tetap aja kami takut.

Hesti ada dalam jarak kurang dari satu meter dengan Dedi dan dengan polosnya Hesti ngomong, “Ih kok Dedi BAU!”, sambil menutup hidung. Saraf gue tidak menangkap bau Dedi, tapi gue yang berjarak kurang dari 2 meter dengan Dedi, menyaksikan secara langsung dan dengan amat sangat jelas. Dedi yang mengenakan kaos dan celana sepaha (sexy), di bawah celananya dari paha sampai telapak kakinya berlumuran benda kuning seperti bahan makanan yang sudah diulek sampai halus.

Hesti gak tau kenapa hari itu tidak takut dengan Dedi, dia malah nanya ke Dedi perihal ‘sesuatu’ yang berlumuran di sekitar kakinya itu, “Dedi, kaki kamu kenapa tuh? Kok kotor gitu. Sana minta mama kamu dulu gantiin celana kamu”. Dedi, masih di posisi yang sama, menjawab dengan suara sengaunya, “Ini Dedi habis bantuin mama Dedi ngulek kunyit banyak banget. Terus kunyitnya tumpah ke kaki Dedi jadi kayak gini”. Eh, Hesti malah jadi berdialog panjang sama Dedi (dan gue serta teman teman gue yang lain tetap berada di posisi masing masing. Gue berjarak sekitar 2 meter dari Dedi, dua orang teman lain lebih jauh, dan yang lain masih di persembunyian masing masing, tapi sambil ngintip ngintip karena mereka sadar permainan ini sepertinya ga akan berlanjut), oke Hesti menanggapi lagi jawaban Dedi, “Tapi kok kamu bau Ded? Belum mandi ya? Ih bau, kayak bau kentut ga hilang hilang”.

You know what he did! Dia nyolek ‘sesuatu’ yang ada di kakinya, terus dia ngomong, “kan Dedi boong, Dedi nggak bantuin mama ngulek kunyit. Dedi EE DI CELANA, WAAAAAAAA!”, tangannya menjulur julur ke arah Hesti. Kami semua, termasuk Hesti berteriak dengan spontan, “WAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!”. “KABUUUUUR!”, seru seorang teman gue. Gila anak yang bernama Dedi itu mau ngejejelin ee ke kita!!

Sumpah, gue paling ga suka dikejar kejar. Apalagi dalam pengejaran itu akibatnya jika gue terkalahkan adalah, gue akan DIJEJELIN EE! Gue pengen nangis banget, apalagi sandal Barbie biru gue itu agak kayak wedges gitu. Lumayan tinggi walaupun bahannya empuk. Oke alhasil gue pake sempet jatuh ala sinetron dan sandal gue copot sebelah. Aaaaaah! Tapi gue ga bego kayak mba mba di cerita sinetron, gue langsung bangun lagi dan lari dan ga peduli sama sandal gue yang copot sebelah itu (padahal sandal baru).

6 gang perumnas kita kelilingi demi menghindari pengejaran Dedi dan jejelan eenya. Dan gue! Dengan bertelanjang kaki!!!. Begitu sampai rumah Sasa, semua langsung masuk Dedi udah hampir sampai juga, untuuuung ada kakeknya Sasa. “Dedi, pulang. Jangan bandel!”, kakeknya Sasa agak agak marah. Dedi pun terdiam, ia pulang dengan damai. Kami merasa lega, hanya gue ingin menangis karena sandal baru gue ilang sebelah :’(

Baiknya teman teman gue, mereka mau mengantar gue mengambil kembali sandal itu. Akhirnya kami semua pulang sambil mengingat ngingat cerita tolol itu.

See you later goodbye for now :)

*Petak umpet: permainan anak anak, dapat dimainkan minimal dua orang (tapi lebih seru jika ramai ramai). Dengan posisi, satu penjaga dan yang lain sebagai yang bersembunyi (sembunyi=ngumpet, jadi petak umpet). Dengan pemberian waktu untuk mencari tempat sembunyi sesuai kesepakatan yang bersembunyi dan yang menjaga.

*gambreng tiga tiga nempel: suatu cara menentukan posisi dalam permainan anak anak, jika jumlah orang yang bermain tiga orang atau lebih. Contoh: jumlah yang bermain 5 orang. Maka tiga orang yang pertama kali berkumpul akan melakukan gambreng duluan. Gambreng dilakukan dengan cara menjulurkan telapak tangan bagian belakang (hitam) atau depan (putih), satu warna yang berbeda di antara ketiganya adalah yang menang, dst diulang sampai kelimanya mendapat giliran gambreng.
*Jaga: salah satu posisi dalam permainan petak umpet (nama lebih bagusnya Penjaga). Yaitu orang yang harus menutup mata dan berhitung sesuai kesepakatan, sementara yang lain mencari tempat sembunyi. Setelah selesai berhitung tandanya waktu mencari tempat sembunyi sudah habis. Si penjaga harus mencari orang orang yang bersembunyi.
*suit: suatu cara menentukan kalah menang antara dua orang. Yaitu dengan cara menjulurkan jari telunjuk, kelingking atau ibu jari. Di mana: ibu jari menang melawan jari telunjuk dan kalah melawan jari kelingking, jari telunjuk menang melawan ibu jari. Contoh: A menjulurkan jari telunjuk, B menjulurkan jari kelingking. Artinya A menang.

*ingglo: cara menyerukan kemenangan dalam permainan petak umpet. Dapat dilakukan oleh si penjaga ataupun orang yang bersembunyi. Intinya siapa yang sampai lebih dahulu harus mengatakan “INGGLO!” sambil menyentuh tembok atau tempat si penjaga. Maka dia menang dan tidak akan jadi penjaga di tahap selanjutnya dalam permainan. Keterangan tambahan: setahu saya, di wilayah Cinere, Depok anak anak kecil bermain petak umpet dan menyerukan, “HONG!” sebagai pengganti ingglo.

(penting banget ye posting gue)

2 komentar: