Laman

Rabu, 28 Juli 2010

Saat Aku Memutuskan

Aku memutuskan suatu pilihan, yang menurutku adalah sebuah pilihan yang tak dapat diubah, tepat di hari aku berusia 17 tahun, 10 november 2009. Semua badai rasanya berkecamuk, aku tak mau menjadi orang yang menjilat ludah sendiri. Ini harus menjadi sebuah keputusan yang dari dalam hatiku, ini nazarku, bisnisku dengan Tuhan yang aku percayai. Bukan atas intervensi siapa siapa, bukan atas kemauan siapa siapa dan bukan atas sebuah niat palsu. Sayang, aku tak memulainya dengan sesempurna itu.

Tuhan, maafkan aku ini bukan bisnis yang suci, well aku bukan orang mulia. Tapi itu bukan pembelaan. Aku mengenali sekolahku, sebagai tempat yang hebat di awal. Begitu kukenal lebih dekat, tidak sekolah ini tidak hebat tapi SANGAT HEBAT. Sayang, beberapa hal berbau fanatisme membuatku menghindar selangkah dari agama, ya sekolah yang punya basis agama yang kuat ini justru membuatku mempertanyakan akan agama. Aku takut akan suatu symbol mengarah pada keagamaan, pada suatu sebutan, seruan atau keyakinan teguh terhadap agama. Aku tak mau jadi fanatic, aku tak mau jadi orang nonsense yang bilang benci suatu kaum tapi menggunakan penemuan mereka. Aku tak mau berkata dosa tapi aku berbuat dosa. Aku tak mau melafalkan ayat tapi aku tak paham. Aku tak mau tampak baik tapi busuk. Aku benar benar merasa lepas beberapa saat, kalau aku tetap beribadah dalam beberapa waktu, hanya aku dan Tuhan yang tahu, hanya ragaku yang sedang berada di sana.

Sampai di akhir, benar benar akhir masa sekolahku, aku mulai melihat dari sisi lain. Bukan aku saja yang merasa begitu. Aku menatap dengan (agak) negatif orang orang yang akhirnya menutup apa yang disebut aurat. Apa mereka terintervensi? Tapi aku tak terburu buru menghakimi, siapa aku? Aku mulai lelah dengan ketakutan ketakutan yang sebenarnya tak perlu ini. Kenapa harus takut ? Aku bisa saja mengambil sisi positif yang ada dan tak perlu berada dalam lingkup yang menurutku tak perlu kan? Dari sini aku terus melihat, kenapa aku harus melihat berkerudung itu salah ? teman-temanku yang amat sangat baik dan punya pikiran sama denganku juga banyak. Dan mereka juga tak memandang negatif orang orang yang tidak menutup aurat seperti apa yang biasa orang orang yang lebay bilang sebagai sesuatu yang tak berjalan sesuai seharusnya.

Aku mengenal keterbukaan juga dari teman-temanku yang beragam, berkerudung cantol, berkerudung rapi, berambut panjang, berambut pendek, somehow semua cukup kembali ke dalam diri kita. Bukan tentang apa yang ada di luar. Dan jikapun aku memutuskan untuk berjalan ke arah ini (dengan kerudung di kepalaku), bukan berarti aku akan terintervensi, karena aku yang dititipi Tuhan kehidupan untuk diriku, aku yang akan membuat diriku menjadi apapun, rusak atau baik, maju atau mundur. Dan karena aku percaya akan sistem ketuhanan ini, dengan pedoman pedoman utamanya, aku memutuskan untuk berusaha menjalankannya semampu yang aku bisa lakukan.

Dan sejauh ini, selama hampir 8 bulan aku mengenakannya, aku tahu ini tergantung bagaimana kita menyikapi segala sesuatu. Kita tak harus terus mengaji, ke masjid atau semua hal yang berkaitan ke sana, kita bisa menjadi diri kita, mengenal modernisasi, melakukan apapun (benar benar apapun). Namun dalam batasan, yang sama sekali tak membatasi tetapi melindungi. Benar benar realisasi dari pendidikan kewarganegaraan di masa SD yang kita dapatkan yaitu kebebasan yang bertanggung jawab. Well, it’s just my thought.

Seeyoulatergoodbyefornow :)

2 komentar:

  1. hehe.. fa, fa.. masih muda ya.. (baru 17an ternyata..)

    hmm.. gw sih cuma mau pesen, ISLAM gak pernah salah ko.. yang salah sikap2 beberapa orang yang beragama ISLAM.. ya, wajarlah..namanya manusia, mau islam, ato mau gak islam, pasti punya salah..

    tetap semangat yaa..jangan merubah pilihan lw itu.. (haha..)

    s.e.m.a.n.g.a.t i.f.a

    BalasHapus
  2. 17 tahun itu udah tua kaa :"( iya kak, insyaallah tetep bertahan amiiin. dan persepsi gue udah ga kayak gitu, ini masalah individu yang ngejalaninnya aja hehehe

    BalasHapus