Laman

Jumat, 30 Januari 2009

KAYU PASTI BISA BERIDIRI LAGI!

Menit awal 21 januari 2009...


Dunia emang kompleks. Kompleks banget. Nggak kurang dari 20 milyar mungkin, manusia dengan pikiran yang berbeda-beda hidup di dunia. Nggak perlu terlalu jauh membicarakan dunia, dalam satu kelas gue yang isinya cuma 38 orang, udah ada 38 pikiran yang berbeda di dalamnya. Kelas “Elsodom”, entah nama apaan tuh. Pikiran gue benar-benar nggak ngira gue berada di sebuah kelas yang punya nick name kayak gitu. Tapi, banyak yang lain gue liat baik-baik aja dengan nama itu.

Gue sering tertawa kalau ada yang ngebanyol di kelas, tapi ada temen gue yang langsung ngelus dada dan bilang “astaghfirullahalazim atau parah banget sih”. Ada anak yang males banget ikut organisasi, maniak sama sesuatu dan perempuan banget. Ada yang agak-agak begajulan, ada yang alim banget. Ada yang too much care to appearance. (jyaelah, maksudnya terlalu merhatiin penampilan luar gitu). Ada juga yang selalu diam saat belajar atau kalau gak disapa, tapi sebenarnya dia asik banget.

Tapi dari dunia kelas gue yang cukup kompleks dengan 38 anak di dalamnya plus guru yang selalu berganti-ganti, masih ada bahkan masih banyak problema yang terselesaikan. Yaa, kadang enggak sih. Terus sebenernya gue bingung tujuan gue mau ngomong apa lagi? Sumpah, gue asal nulis aja.

Yaa, intinya sih gue cuma mau cuap-cuap. Tapi jangan dianggap bener-bener cuma cuap-cuap. Perbedaan itu ada di mana-mana, bahkan di dalam satu pikiran individu. Karena setiap kehidupan dan pergerakan selalu akan disertai pertentangan (gue nggak ngomongin fisika energi kinetik atau apa, tapi ini lebih kayak ilmu sosiologi. Oke!), dan pertentangan itu berasal dari perbedaan. Pertentangan nggak akan jadi konflik kalau kita bisa melakukan asimilasi.

Gue nulis ini buat bikin gue semangat aja, atas perbedaan-perbedaan yang gue liat secara terang-terangan berada dalam kehidupan sehari-hari gue. Perbedaan mencolok (dari sudut mata gue) di antara gue dan semua teman-teman gue. Gue yang nggak pernah diminta untuk menyatakan kejujuran, berarti emang nggak boong dong. Dan gue pun emang nggak berani untuk sedikit pun bersuara. Nggak tau, karena ada sisi pengecut yang lebih mencuat di dalam diri gue mungkin.

Tapi, gue berharap perbedaan nggak akan melunturkan keteguhan siapapun. Mungkin kayu sekali-sekali goyah wajar. Dan kalau jatuh, percaya aja akan ada orang baik yang lewat dan ngangkat kayu itu lagi untuk berdiri tegak. Meski mungkin pengibaratan itu mengesankan seolah-olah gue mengharap bantuan orang, tapi emang kenyataannya gitu. Kita bukan orang yang bisa hidup sendiri, jatuh bangun sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar